Rabu, 19 November 2014

Kaki Diabetik

       I.            PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes. 1
            Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf juga menurunkan aliran darah ke perifer hingga aliran darah tidak cukup dan terjadi iskemia dan gangren. Faktor lain yang juga berperan adalah trauma tekan yang terjadi terus-menerus, respon imun pasien dan jenis mikroba.3
Penderita kaki diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh penderita. Mayoritas pasien yang diamputasi kakinya bermula dengan munculnya ulkus pada kaki. Deteksi awal dan perawatan yang baik bisa mencegah dari tindakan amputasi.4
           

    II.            EPIDEMIOLOGI
Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetik masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih sangat besar, masing-masing 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penyandang DM paska amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun paska amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska amputasi.1
Sebanyak 10-15 % pasien diabetes biasanya mengidap kaki diabetik. Tidak hanya itu, kaki diabetik menjadi penyebab dari 50% kasus pasien diabetes yang dirawat di rumah sakit. 5

 III.            ETIOLOGI
Etiologi ulkus diabetik temasuk neuropati, penyakit pembuluh darah (vaskulopati), tekanan dan deformitas pada kaki. Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum faktor-faktor tersebut dibagi menjadi : 3,6
·         Faktor Predisposisi
o   Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti     kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan neuropati otonom.3
o   Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang lain (seperti mata kabur).3
o   Neuropati sensorik pada kaki bisa menyebabkan terjadinya trauma yang tidak disadari. Neuropati motorik juga menyebabkan otot intrinsik lemah ntuk menampung berat badan seseorang dan seterusnya terjadilah trauma. 6
·         Faktor Presipitasi3
o   Perlukaan di kulit (jamur).
o   Trauma.
o   Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
·         Faktor Yang Memperlambat Penyembuhan Luka3
o   Derajat luka.
o   Perawatan luka.
o   Pengendalian kadar gula darah.

 IV.            PATOFISOLOGI
      Terjadinya masalah kaki diawali dengan status hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan neuropati dan vaskulopati. Neuropati, baik neuropati sensorik, motorik dan otonom akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah menyebar menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.1

  1. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen yang meningkatkan resiko terbentuknya trombus. Pada stadium lanjut, seluruh lumen arteri akan tersumbat dan menyebabkan aliran kolateral tidak cukup, dan akhirnya terjadi iskemia atau bahkan gangren yang luas. Manifestasi vaskulopati pada penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling awal mengalami vaskulopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering mengenai bagian distal arteri femoralis profunda, arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan di bagian distal menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren. Kondisi ini sering sangat sulit ditangani dan memerlukan amputasi.3
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet-aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.3

  1. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang serabut saraf terutama di bagian perifer dari tungkai. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back, suatu teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ekstremitas bawah akan lebih dulu mengalami neuropati.3
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia, bahkan gangren.3
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa à sorbitol à fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia pada jaringan saraf akan mengganggu aktivitas metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan kerusakan akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, serta gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural, dan impotensi. 7

a)      Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.3
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang klasik dengan 4 tahap perkembangan: 3
(1)   Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
(2)   Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
(3)   Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
(4)   Timbul ulserasi plantaris pedis.
Jika kaki Charcot diabaikan, ulserasi dapat terjadi pada titik-titik tekanan, khususnya aspek medial tulang navikular dan aspek inferior dari tulang kuboid. Ulserasi akan berkembang lebih dalam dan masuk ke tulang. Perubahan Charcot juga dapat mempengaruhi pergelangan kaki, menyebabkan perubahan atau pergeseran tempat pada pergelangan kaki dan ulserasi, yang meningkatkan kebutuhan diamputasi. 6

b)                  Neuropati sensorik
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik (karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan keselamatan pasien.3
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM, seperti: 3
(1)      Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit karena lama berbaring, dekubitus).
(2)      Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3)      Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki)
.
c)                  Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.3
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus. 3

C.    Fokus infeksi
  Infeksi dimulai dari kulit celah jari kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis.  Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi.3
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius.  Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang  menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga menyebabkan kegagalan fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi. Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis, sel PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin. 3
Selain faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa faktor pendidikan, sosio ekonomi dan gizi juga punya andil cukup besar. Pendidikan dan sosio ekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan yang kurang mengenai Diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya, kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan Diabetes mellitus yang dideritanya dan status gizi yang rendah punya keterkaitan  dengan  rendahnya  respon  imun  hingga  mempermudah  terjadinya  infeksi.3

    V.            KLASIFIKASI
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi Edmonds dari King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool, sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan pengelolaan kaki diabetes, juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks tetapi lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetik. Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic Foot yaitu klasifikasi PEDIS. Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi atau neuropati, sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangren dengan critical limb ischemia tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki keadaan vaskularnya terlebih dahulu. Sebaliknya, kalau faktor infeksi menonjol, tentu pemberian antibiotik harus adekuat. 1
Klasifikasi Wagner 1
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.


 VI.            GAMBARAN KLINIS
Gangren diabetik di sebut juga gangren panas. Karena walaupun nekrosis, daerah akral tampak merah dan terasa hangat akibat peradangan.  Biasanya pulsasi arteri di bagian distal masih tetap teraba. Pada iskhemik ringan, akan terlihat gejala klaudikasio intermiten sewaktu berjalan atau apabila di bagian distal dari kelainan vaskuler tersebut luka maka proses penyembuhannya  berlangsung lama.Secara  praktis  gambaran  klinik  kaki  diabetik  dapat  digolongkan  sebagai  berikut :3

ü  Kaki neuropati
      Pada keadaan ini terjadi kerusakan saraf somatik, baik sensorik maupun motorik serta saraf otonom, tetapi sirkulasi masih utuh. Neuropati menghambat impuls rangsangan dan memutus jaringan komunikasi dalam tubuh. Neuropati sensorik memberikan gejala berupa keluhan kaki kesemutan dan kurang rasa terutama di daerah ujung kaki. Neuropati motorik ditandai dengan kelemahan otot, atropi otot, mudah lelah, deformitas ibu jari dan sulit mengatur keseimbangan tubuh. Pada kaki neuropati kaki masih teraba hangat, denyut nadi teraba, reflek fisiologi menurun dan kulit jadi kering. Bila terjadi luka, sembuhnya lama.

ü  Kaki iskemia
Ditandai dengan berkurangnya suplai darah. Namun pada keadaan ini sudah ada kelainan neuropati pada berbagai stadium. Pasien mengeluh nyeri tungkai bila berdiri, berjalan atau saat melaksanakan aktivitas fisik lain.  Kesakitan juga dapat terjadi pada arkus pedis saat istirahat atau malam hari.  Pada pemeriksaan terlihat perubahan warna kulit jadi pucat, tipis dan mengkilap atau warna kebiruan. Kaki teraba dingin dan nadi poplitea atau tibialis posterior sulit diraba. Dapat ditemukan ulkus akibat tekanan lokal. Ulkusnya sukar sembuh dan akhirnya menjadi gangren.

VII.            DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis kaki diabetik dapat dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, dapat ditanyakan riwayat timbulnya luka beserta perjalanan luka tersebut. Selain itu menggali lebih dalam riwayat diabetes dan komplikasi yang telah muncul secara lebih teliti dapat membantu penanganan lebih lanjut dari penyakit ini. Anamnesis harus fokus pada gejala indikasi kemungkinan neuropati perifer atau insufisiensi arteri perifer .
a)      Gejala Neuropati Perifer
Ø  Hipoestesia
Ø  Hiperestesia
Ø  Parestesia
Ø  Disestesia
Ø  Nyeri radikuler
Ø  Anhidrosis


b)      Gejala Insufisiensi Arteri Perifer
Kebanyakan pasien aterosklerosis ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala, dan sebagian  yang lain mengalami gejala iskemik . 6
Pasien yang bergejala datang dengan klaudikasio intermiten, nyeri iskemik saat istirahat, ulserasi kaki yang tidak sembuh, atau iskemia ​​kaki .6
Kram atau kelelahan dari kelompok otot besar di salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul setelah berjalan pada jarak tertentu menunjukkan terjadinya klaudikasio intermiten . Gejala ini meningkat dan berkurang dengan istirahat selama beberapa menit . Timbulnya klaudikasio dapat terjadi lebih cepat dengan berjalan cepat atau berjalan turun naik tangga.6
Klaudikasio merupakan penyakit oklusif infrainguinal yang biasanya melibatkan otot betis. Ketidaknyamanan, kram, atau lemah di betis atau kaki sangat umum pada populasi diabetes karena cenderung memiliki oklusi aterosklerotik tibioperoneal. Calf atrofi otot juga dapat terjadi . Gejala yang terjadi di bagian bokong atau paha menunjukkan adanya penyakit oklusi aortoiliaka.6
Nyeri saat istirahat tidak sering terjadi pada penderita diabetes . Dalam beberapa kasus, fissura, ulkus dan kelainan lain pada integritas kulit adalah tanda pertama kehilangan perfusi. Gangrene pada pasien diabetes kebiasaannya menbuktikan adanya infeksi.6
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik berdasarkan sistem klasifikasi yang telah ada. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi), pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu dalam menentukan penatalaksanaan kaki diabetik.6

VIII.            DIAGNOSIS BANDING
1.      Aterosklerosis
2.      Insufisiensi Vena Kronik
3.      Infeksi pada kaki diabetik
·         Ulkus trofik para diabetes klasik harus dibedakan dari berbagai masalah lain yang cenderung terjadi pada orang dengan diabetes, seperti dermopati diabetik, bullosis diabeticorum, xanthoma eruption, necrobiosis lipoidica, dan anulare granuloma.6
·         Rasa sakit kaki pada penyakit arteri perifer harus dibedakan dari penyebab nyeri yang lain, seperti radang sendi, nyeri otot, nyeri radikuler, kompresi sumsum tulang belakang, tromboflebitis, anemia, dan myxedema.6
·         Neuropati diabetik harus dibedakan dari bentuk-bentuk neuropati lainnya, termasuk neuropati vaskulitis, neuropati metabolik, neuropati otonom, radikulopati, dan banyak lainnya.6

 IX.            PENATALAKSANAAN
Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetik, pada setiap tahap harus diingat berbagai faktor yang harus dikendalikan yaitu:1
·         Mechanical Control-Pressure Control (Pengendalian Mekanik dan Tekanan)
·         Metabolic Control (Pengendalian Metabolik)
·         Vascular Control (Pengendalian Vaskuler)
·         Educational Control (Pengendalian Edukasional)
·         Wound Control (Pengendalian Luka)
·         Microbiological Control-Infection Control (Pengendalian Mikrobiologi dan Infeksi)
Pada tahap yang berbeda diperlukan optimalisasi hal yang berbeda pula. Misalnya pada klasifikasi Edmonds 2004-2005, stadium 1 dan 2 tentu saja faktor wound control dan infection control belum diperlukan, sedangkan untuk stadium 3 dan selanjutnya tentu semua faktor tersebut harus dikendalikan, disertai keharusan adanya kerjasama multidispliner yang baik. Sebaliknya, untuk stadium 1 dan 2, usaha preventif terjadinya ulkus sangat dibutuhkan. Peran rehabilitasi medis untuk mencegah terjadinya ulkus yaitu dengan cara mendistribusikan tekanan pada plantar pedis memakai alas kaki khusus, serta berbagai terapi untuk non-weight bearing lainnya. Cara ini sangat bermanfaat untuk mengurangi kecacatan akibat deformitas yang terjadi pada kaki diabetik.1

PENGELOLAAN KAKI DIABETIK
            Pengelolaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan atau deformitas (pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangrene diabetik yang sudah terjadi).1,3

A.    Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.1
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkan risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu:1
1)      Sensasi normal tanpa deformitas
2)      Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3)      Insensitivitas tanpa deformitas
4)      Iskemia tanpa deformitas
5)      Kombinasi/complicated
a)      Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b)      Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.

Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah. Untuk kaki yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Merobah gaya hidup, menghindari rokok, memeriksa kaki sendiri dan merawatnya setiap hari serta pemeriksaan gula darah secara teratur perlu dilakukan. Bila perilaku yang positif telah dilaksanakan maka dampaknya adalah gula darah terkendali.  Juga perlu diberikan motivasi kepada pasien yang telah cacat agar dia tidak kehilangan gairah hidup.1,3

Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Penyuluhan diberikan secara komprehensif agar penderita dapat memahami dan menyadari bahwa seorang penderita diabetes dapat mengalami neuropati dan kelainan pada pembuluh darah dengan akibat penderita diabetes lebih mudah mengalami luka dibandingkan orang normal. Untuk itu perlu pengenalan diabetes dan komplikasinya agar pasien dapat membantu diri sendiri hingga komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi.1,3 

B.     Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multidisipliner sangat diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik untuk memperoleh hasil maksimal dapat digolongkan sebagai berikut: 1
·         Pengendalian Metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. Semua faktor tersebut tentu akan menghmbat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan dan tidak diperbaiki. 1
·         Pengendalian Vaskuler
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, serta pemeriksaan echo Doppler dan arteriografi.1
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu berupa:
Modifikasi Faktor Risiko1
·          Stop merokok
·          Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis, hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia
·          Walking program – latihan kaki merupakan terapi utama yang diberikan oleh ahli rehabilitasi medik atau fisioterapis. 

Nonivasive Vascular Test4
PEMERIKSAAN
NILAI ABNORMAL
Trancutaneous oxygen measurement
< 40 mmHg
Ankle-brachial index
< 0.80 : abnormal
< 0.45 : berat
Absolute toe systolic pressure
< 45 mmHg

·         Terapi Farmakologik
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM, tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM. 1
Pengobatan kaki diabetik meliputi pengendalian gula darah, penanganan kelainan kaki, neuropati diabetik, sirkulasi darah dan penanganan infeksi serta rehabilitasi. Pengendalian gula darah harus disertai upaya perbaikan keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai.3
Untuk memperbaiki neuropati diabetik kita dapat memilih untuk memakai secara bersama obat yang melancarakan aliran darah dan yang memperbaiki metabolisme. Dalam memperbaiki aliran darah kita harus memperbaiki struktur vaskuler yang telah mengalami kerusakan.3 
Sebagai mana yang telah kita ketahui gangguan endotel, gangguan trombosit, dan dislipidemia menjadi penyebab utama terjadinya angiopati. Jadi selain pengendalian gula darah, yang mutlak harus dilakukan adalah pemberian anti agregasi dan vasodilator perifer. Pemberian obat anti agregasi diharapkan dapat memperbaiki vaskularisasi jaringan atau organ yang terserang. Ada beberapa pilihan obat yang dapat dipakai, yaitu asetosal, pentoksifilin dan cilostazol.3      
Antibiotik diberikan bila ada infeksi.  Oleh karena itu bila ditemukan infeksi sebaiknya dilakukan pemeriksaan kultur.  Tidak jarang penderita datang dengan sepsis sehingga pemberian antibiotik tidak perlu menunggu hasil kultur. Pada keadaan ini pilihan antibiotiknya adalah antibiotik spektrum luas atau dikombinasi dengan golongan kloksasilin untuk terapi vaskulitis dan golongan yang aktif terhadap kuman anaerob seperti metronidazol dan klindamisin.3

·         Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.1
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan prosedur endovaskular (PTCA). Pada oklusi akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. 1
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, dan kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut berperan.1
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik.1

·         Pengendalian Luka
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Dressing (pembalut) dapat digunakan sesuai dengan keadaan luka dan juga letak luka tersebut. Dressing  mengandung komponen zat penyerap seperti carbonated dressing, alginate dressing  atau silver impregnated dressing yang  bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi. Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1
Untuk ulkus dan ganggren dapat dilakukan bedah minor seperti insisi, drainase abses, debrideman, dan nekrotomi dengan tujuan mengeluarkan semua jaringan nekrosis untuk eliminasi infeksi, hingga mempercepat penyembuhan luka. Sebelumnya perlu diketahui batas yang tegas antara jaringan sehat dan jaringan nekrotik hingga nekrotomi atau amputasi dapat direncanakan dengan seksama. Pada peradangan yang berat/luas disertai penyebaran yang sangat cepat, amputasi harus dipertimbangkan dengan segera. Bila ditunda, tidak jarang dapat mengakibatkan septikemia.3
Selama proses inflamasi masih ada, tidak akan terjadi proses granulasi dan epitelisasi. Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka,dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik. 1

·         Pengendalian Metabolik dan Infeksi
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1

·         Pengendalian Mekanik dan Tekanan
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles. 1
Berbagai metode pembedahan juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, dan partial calcanectomy). 1



·         Pengendalian Edukasional
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. 1
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetik. Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus diabetik dan kemudian segera setelah perawatan, keterlibatan ahli rehabilitasi medik sangat diperlukan untuk mengurangi kecacatan yang mungkin timbul pada pasien. Pemakaian alas kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru. 1

    X.            PROGNOSIS
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia penderita diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan tungkainya. Selain itu, lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis mempengaruhi proses penyembuhan luka, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi prognosis.1,6