I. Pendahuluan
Retinopati
diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa,
dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami
kebuataan dibanding nondiabetes. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi
atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan
pembuluh darah. Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian
besar jaringan okuler. Perubahan
ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati
saraf optik dan retinopati. Diantara
perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur okuler ini yang paling sering
menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati diabetik.Hampir 100% pasien
diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi
retinopati diabetik selama dua decade pertama dari diabetes. Berbagai
usaha telah dilakukan untuk mencegah atau menunda onset terjadinya kompilkasi
kehilangan penglihatan pada pasien retinopati diabetik. Kontrol gula darah dan
tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment Diabetik Retinopathy Study
(ETDRS) dapat mencegah insidens maupun progresifitas dari retinopati
diabetik.(1,3)
II. Epidemiologi
Diabetes
mellitus (DM) adalah penyakit kronik degeneratif
tersering dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. World Health Organization (WHO)
melaporkan bahwa Indonesia berada di urutan keempat negara yang jumlah
penyandang DM terbanyak. Jumlah ini akan mencapai 21,3 juta pada tahun 2030.(1)
Risiko menderita
retinopati DM meningkat sebanding dengan semakin lamanya seseorang menyandang
DM. Faktor risiko lain untuk retinopati DM adalah ketergantungan insulin pada
DM Tipe II, nefropati, dan hipertensi.(1)
III. Definisi
Retinopati
diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita
diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang.
Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena,
pedarahan dan eksudat lemak. Kelainan
patologik yang paling dini adalah penebalan membrane basal endotel kapiler dan
penurunan jumlah perisit. 1
IV. Anatomi
Bola mata adalah
jaringan dengan struktur padat kenyal tekanan tertentu di dalamnya dalam
mempertahankan bentuk bola mata. Bola mata terbagi atas tiga bagian, yakni
lapisan luar (pars fibrosa), lapisan tengah (pars vaskulosa), dan lapisan dalam
(pars nervosa). Retina merupakan pars nervosa dari bola mata berperan dalam
fungsi penglihatan.6 Volume orbita biasa
kira-kira 30 ml dan bola mata hanya menempati sekitar seperlima bagian rongga. 4
|
Gambar 1. Anatomi Mata 2
|
Retina
Retina adalah selembar
tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang melapisi
bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.2 Jaringan retina meluas
dari diskus optik sampai ke ora serrata. Secara umum, retina dibagi atas dua
bagian, polus posterior dan retina perifer yang dipisahkan oleh retina equator.6
a.
Anatomi
Makroskopik Retina
Polus posterior
merupakan area dari posterior retina ke equator retina. Polus posterior retina
terdiri dari dua area, yakni diskus optik dan makula lutea. Polus posterior
dari retina dapat dilihat melalui pemeriksaan oftalmoskopik. 6
§ Diskus Optik (Optic Disc)
Warna merah muda,
daerah membentuk lingkaran dengan diameter 1,5 mm. Pada diskus optik, terdapat
seluruh lapisan retina kecuali serabut sarah, yang keluar melalui lamina
cribrosa masuk ke dalam nervus optik. Suatu lekukan terlihat pada diskus yang
disebut cup fisiologis. Arteri
sentral retina dan vena tampak melalui pusat dari cup ini.6
§ Makula Lutea
Disebut juga bintik kuning (yellow spot), warna lebih merah dari
sekeliling fundus dan berada pada polus posterior temporal diskus optik dengan
diameter kira-kira 5,5 mm. Makula lutea secara anatomis didefinisikan sebagai
daerah berdiameter 3 mm yang mengandung pigmen luteal kuning-xantofil. Fovea
sentralis adalah lekukan pada pusat bagian dari makula dengan diameter
kira-kira 1,5 mm dan merupakan daerah paling sensitif dari retina. Pada pusat
fovea, tampak lebih terang yang disebut foveola (diameter 0,35 mm) yang berada
kira-kira 3 mm dari batas temporal diskus dan kira-kira 1 mm sepanjang meridian
horizontal. Daerah kira-kira 0,8 mm dari diameter foveola tidak ditemukan
kapiler retina dan disebut sebagai zona avaskular foveal.7
Kerapatan sel kerucut meningkat di
pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang lebih
tinggi di perifer. Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan)
dan penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan pencahyaan ruang yang
terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola; sementara retina
sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras, dan penglihatan
malam (skotopik). Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong cenderung paling besar di
makula. Penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel secara khusus
dapat mengakibatkan penebalan daerah ini (edema makula).4,5
Retina perifer
merupakan daerah yang mengelilingi secara posterior dari ekuatur retina dan
anterior dari ora serrata. Retina perifer dapat dilihat dengan jelas mealui indirect opthalmoscopy.7
§ Ora Serrata
Adalah batas perifer ujung dari
retina, daerah tersebut melekat pada
vitreus
dan koroid.
A B
Gambar
2.
A. Gambaran Fundukopi. B. Fotografi
funduskopi7
Anatomi Mikroskopik
Retina
Gambar 3.
Lapisan Retina 4
|
Lapisan retina mulai dari sisi dalamnya
adalah (1) membran limitan interna, (2) lapisan serat saraf, yang mengandung
akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus (3) lapisan sel
ganglion (4) lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion
dengan sel amakrin dan sel bipolar (5) lapisan inti dalam badan-badan sel
bipolar (6) lapisan pleksiform luar, (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor,
(8) membrane limitan eksterna, (9) lapisan fotoreseptor batang dan kerucut (10)
epitel pigmen retina.2
Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber:
koriokapilaris yang berada tepat di luar membran Bruch, yang mendarahi
sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar,
fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari
arteria centralis retinae, yang mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea
seluruhnya diperdarahi oleh koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang
tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar
darah-retina. Lapisan endotel pembuluh darah koroid berlubang-lubang. Sawar
darah-retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.5
V.
FAKTOR
RISIKO
Adapun faktor risiko
terjadinya retinopati diabetik, yakni: 7
1.
Riwayat diabetes yang
lama adalah faktor yang paling penting. Sekitar 50% pasien menderita retinopati
diabetik memiliki penyakit DM lebih dari 10 tahun, risiko menjadi 70% setelah
20 tahun, dan risiko 90 % setelah 30 tahun dari onset penyakit diabetes mellitus.
2.
Jenis Kelamin, insiden
lebih sering pada wanita daripada laki-laki (4:3).
3.
Kontrol glukosa darah
yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan perburukan retinopati diabetik.
4.
Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan
bertambah beratnya retinopati diabetik dan perkembangan PDR pada DM tipe I dan
II. Studi juga menunjukkan bahwa tekanan darah diastolik yang tinggi pada usia
muda dapat memperburuk retinopati diabetik.
5.
Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah
progresifnya retinopati diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang
buruk, kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan
perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan. Sehinnga,
pemeriksaan funduskopi bersifat esensial selama kehamilan. Perubahan hormonal
pada kehamilan dan kebutuhan pengontrolan glukosa yang ketat juga memiliki
asosiasi yang kuat dengan perburukan derajat retinopati.
6.
Faktor risiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia
dan hiperlipidemia.
VI.
ETIOPATOGENESIS
Retinopati diabetik merupakan
mikroangiopati okuler akibat gangguan metabolik yang mempengaruhi tiga proses
biokimiawi yang berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi
non-enzimatik dan protein kinase C.(1)
§ Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol,
dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa
poliol adalah tidak dapat melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun
dalam jumlah yang banyak dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan
tekanan osmotik sel dan menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.1
§ Glikasi
Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat
(DNA) yang terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan
keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan
menyebabkan perubahan fungsi sel. 1
§ Protein Kinase C
Protein Kinase C
diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular, kontraktilitas,
sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular.Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat
peningkatan sintesis de novo dari
diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.1
VII.
PATOFISIOLOGI
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari
fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat
tergantung pada jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang
menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan
dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina
tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam
yaitu sel perisit, membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel
endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrana sel yang terletak
diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan
sel endotel kapiler retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain
perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan
struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi
barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran
basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler
agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain
dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk
barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul
kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk diagnosis
penyakit kapiler retina.(1)
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik
dimulai dari penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi
endotel, dimana pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel
perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses
dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukan mikroaneurisma, (2)
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4)
proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina,
(5) kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan
dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat
terjadi pada semua komponen darah.1
Gambar 5. Gambaran skematis patofisiologi
terjadinya retinopati diabetik7
Tabel
1. Hipotesis Mengenai Mekanisme
Retinopati Diabetik1
Mekanisme
|
Cara
Kerja
|
Terapi
|
Aldose
reduktase
|
Meningkatkan
produksi sorbitol, menyebabkan kerusakan sel.
|
Aldose
reduktase inhibitor
|
Inflamasi
|
Meningkatkan
perlekatan leukosit pada endotel kapiler, hipoksia, kebocoran, edema makula.
|
Aspirin
|
Protein
Kinase C
|
Mengaktifkan
VEGF, diaktifkan oleh DAG pada hiperglikemia.
|
Inhibitor
terhadap PKC -Isoform
|
Nitrit
Oxide Synthase
|
Meningkatkan
produksi radikal bebas, meningkatkan VEGF.
|
Amioguanidin
|
Menghambat
ekspresi gen
|
Menyebabkan
hambatan terhadap jalur metabolisme sel.
|
Belum
ada
|
Apoptosis
sel perisit dan sel endotel kapiler retina
|
Penurunan
aliran darah ke retina, meningkatkan hipoksia.
|
Belum
ada
|
VEGF
|
Meningkat
pada hipoksia retina, menimbulkan kebocoran , edema makula, neovaskular.
|
Fotokoagulasi
panretinal
|
PEDF
|
Menghambat
neovaskularisasi, menurun pada hiperglikemia.
|
Induksi
produksi PEDF oleh gen PEDF
|
GH
dan IGF-I
|
Merangsang
neovaskularisasi.
|
Hipofisektomi,
GH-receptor blocker, ocreotide
|
PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth
factor; DAG= diacylglycerol; ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced
glycation end-product; PEDF= pigment-epithelium-derived factor; GF= growth
factor; IGF-I= insulin-like growth factor I.1
VIII.
DIAGNOSIS
Diagnosis
retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi. Pemeriksaan
dengan fundal fluorescein angiography (FFA)
merupakan metode diagnosis yang paling dipercaya. Namun dalam klinik,
pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining.(3)
Diabetik
retinopati memiliki banyak klasifikasi. Adapun salah satu klasifikasi tersebut
: 7
a.
Non-proliferatif diabetic retinopathy (NPDR)
b.
Proliferatif diabetic retinopathy (PDR)
c.
Diabetic maculopathy
d.
Advanced diabetic eye disease (ADED)
Tabel
2.
Klasifikasi Retinopati diabetik berdasarkan The
Early Treatment of Diabetik Retinopathy Study (ETDRS) 8
Nonproliferative
Diabetic Retinopathy (NPDR)
Retinopati
diabetik pada tahap dini disebut NPDR dan
ditandai dengan abnormalitas dari pembuluh darah berupa mikroaneurisma,
perdarahan intraretinal, dan cotton wool spots.
Peningkatan permeabilitas vaskular retina yang terjadi pada tahap ini atau
selanjutnya pada retinopati akan mengakibatkan penipisan retina (edema) dan
penimbunan lemak (hard exudate).
Tabel 3. Klasifikasi
NPDR berdasarkan The Early Treatment of
Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) 7
Retinopati
Diabetik Non-Proliferatif
|
|
1.
|
Mild NPDR :
terdapat 1 tanda berupa
mikroaneurisma, perdarahan intraretina. Bisa terdapat hard exudate atau soft exudate.
|
2.
|
Moderate NPDR : Moderat mikroaneurisma, perdarahan intraretina. IRMA ringan. Hard exudate, soft
exudate mungkin ada.
|
3.
|
Severe NPDR (4-2-1):
terdapat 1 salah satu tanda
diantaranya: perdarahan dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau
IRMA pada 1 kuadran.
|
4.
|
Very severe NPDR : ditemukan
≥ 2 tanda pada retinopati non proliferatif berat.
|
§ Mikroaneurisma
pada daerah makula (lesi yang dapat ditemukan pada pemeriksaan dini)
§ Perdarahan
retina (dot dan blot haemorrhages) dan perdarahan superfisial (flame-shaped)
§ Hard exudates,
berwarna kuning keputihan & mengkilat seperti gambaran menggumpal atau
sirsinar. Umumnya terlihat pada daerah makula.
§ Edema retina, ditandai
dengan retina yang tipis
§ Cotton-wool spots (jika
>8, risiko tinggi menjadi PDR)
§ Abnormalitas
vena, seperti gambaran manik-manik, menyimpul, dan dilatasi.
§ Intraretinal
microvascular abnormalities (IRMA)
§ Dark-blot haemorrhages,
menandakan perdarahan akibat infark retina.
Tabel 4.
Gambaran pemeriksaan funduskopi pada non proliferatif retinopati3
Diabetik
retinopati non proliferatif
|
|
Retinopati
proliferatif
Komplikasi mata yang paling parah
pada diabetes mellitus adalah retinopati diabetik proliferatif. Iskemia retina
yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluh-pembuluh halus baru
yang menyebaban kebocoran protein-protein serum dalam jumlah besar. Retinopati diabetik
proliferatif awal ditandai dengan kehadiran pembuluh-pembuluh darah baru pada
diskus optikus (NVD) atau di bagian retina manapun (NVE) 4
Menurut Early
Treatment Diabetik Retinopathy Study (EDTRS) retinopati diabetik proliferatif
dapat ditegakkan bila : 1
1. Retinopati
proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah diskus tanpa
disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular di mana saja di
retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi,
apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor risiko sebagai berikut, a) ditemukan
pembuluh darah baru di mana saja di retina, b) ditemukan pembuluh darah baru
pada atau dekat diskus optikud, c) ditemukan pembuluh darah baru yang tergolong
sedang atau berat yang mecakup >1/4 daerah diskus, d) perdarahan vitreus.
Tabel
5.
Gambaran pemeriksaan funduskopi pada proliferatif retinopati 3
Diabetik
retinopati proliferatif
|
|
Clinically
significant macular edema (CSME)
CSME terjadi akibat
perubahan mikrovaskular akibat diabetes mellitus. Penebalan pada basement membrane dan penurunan jumlah
perisit sehingga meningkatkan permeabilitas vascular yang menyebabkan plasma leakage yang selanjutnya
menyebabkan edema retina. 10
Clinically
significant macular edema (CSME) berdasarkan Early Treatment Diabetic Retinopathy Study
(ETDRS) memiliki gambaran sebagai berikut: 8
·
Tipisnya retina atau
tidak lebih dari 500 μm dari sentral makula kira-kira ½ diameter diskus optik
·
Terdapat hard exudate atau tidak lebih dari 500
μm dari sentral makula, jika berhubungan dengan tipisnya retina yang berdekatan
(bukan merupakan sisa hard exudate
setelah hilangnya retina yang menipis)
·
Suatu daerah atau daerah
penipisan retina pada satu daerah diskus atau lebih besar, bagian lain dimana
tidak lebih dari satu diameter diskus.
Gambar
6.
Clinical Significant Macular Edema
(CSME)
VI. TERAPI 4,7,9
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik
adalah pencegahan. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang
dapat mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi
proliferatif.
Skrining Retinopati Diabetik
Untuk
mencegah gangguan penglihatan akibat retinopati diabetik, skrining dan follow
up merupakan langkah intervensi yang penting. Rekomendasi untuk dilakukannya
pemeriksaan funduskopi yang periodik adalah : 7
·
Setiap tahun.
·
Setiap 6 bulan pada moderate
NPDR
·
Setiap 3 bulan, pada severe
NPDR
·
Setiap 2 bulan, pada PDR risiko rendah
Kontrol Faktor
Risiko Sistemik
Hal ini akan mempengaruh prognosis
dan efek dari terapi laser.
·
Kontrol Gula Darah
·
Kontrol Tekanan Darah
·
Kontrol Hiperlipidemia
Fotokoagulasi
Pembedahan
fotokoagulasi laser merupakan teknik standar pada penatalaksanaan retinopati
diabetik. Umumnya, hal ini dianjurkan pada pasien dengan diabetik retinopati high-risk, CSME, atau neovaskularisasi
pada sudut ruang anterior. Pasien dengan CSME seharusnya dilakukan
fotokoagulasi laser fokal, khususnya jika pusat dari makula terpengaruh atau
jika retina menipis / hard exudate yang
sangat berdekatan dengan makula.7
Teknik fotokoagulasi
laser dapat diklasifikasikan, yakni panretinal, fokal, atau grid. Fotokoagulasi
panretina, disebut juga fotokoagulasi scatter, digunakan pada penanganan RPD
dan secara tidak langsung pada penanganan neovaskularisasi pada nervus optik,
permukaan retina, atau sudut ruang anterior dengan cara laser untuk
menghanguskan daerah perifer fundus. Hal tersebut dapat dilakukan lebih dari
satu kali. Fotokoagulasi fokal dan grid digunakan pada penatalaksanaan diabetic macular edema. Fotokoagulasi
fokal menggunakan cahaya, membakar ukuran kecil pada kebocoran mikroaneurisma
di makula (menyerupai fotokoagulasi panretina tapi efek terbakar yang lebih
kecil) ke daerah timbulnya edema makula dari kebocoran kapiler difusi atau
tampak nonperfusi pada angiografi fluoresensi.
Tabel
6. Jenis-jenis
Fotokoagulasi 7
Teknik Fotokoagulasi
|
|
Gambar
7. Teknik Scatter
|
Indikasi :
· Retinopati
diabetik proliferatif dengan high risk
· Neovaskularisasi
pada iris
· Pasien
yang jarang mengontrol retinopatinya
· Sebelum
operasi katarak/ capsulotomi
· Gangguan
ginjal
· Ibu
hamil
|
Gambar 8. Teknik fokal fotokoagulasi
|
Indikasi :
· Edema
makula
Ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular
di tengah cincin hard exudates yang
terletak 500-3000 µm dari tengah fovea.
|
Gambar 9. Grid Fotokoagulasi
|
Indikasi :
· Edema
makula
Penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk
kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus.
|
Dengan merangsang regresi
pembuluh-pembuluh baru, fotokoagulasi laser pan-retina (PRP) menurunkan
insidens gangguan penglihatan berat akibat retinopati diabetik proliferatif
hingga 50 %. Obat-obatan anti VEGF tampak menjanjikan sebagai terapi tambahan
untuk mengurangi insidens perdarahan retina kambuhan pasca operasi.2
IX.
DIAGNOSIS
BANDING
Ocular ischemic syndrome
: dapat terjadi unilaeral. Arteri retina mengecil, perdarahan retina iskemik
khas pada pertengahan retina perifer (mid-peripheral).
A B
Gambar 10.
A. Central Retinal Artry Oclusion
(CRAO) dengan edema retina akibat iskemia. B. CRAO dengan cherry-red spot di fovea
Hypertensive
retinopathy : perdarahan retina superfisial dan
flame-shaped, khususnya pada polus
posterior. Hal ini tergantung pada beratnya hipertensi, soft exudate dan papil edema dapat terlihat.
A B
Gambar 11.
A. Retinopati Hipertensi Derajat II. B. Retinopati Hipertensi derajat 4 dengan
edema papil dan makula berbentuk bintang
X.
KOMPLIKASI
1,4,8
Rubeosis Iridis
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu
respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit,
baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Komplikasi ini sering terjadi pada pasien PDR, dan jika memberat
dapat menyebabkan glaukoma neovaskular. Rubeosis iridis umumnya terjadi apabila
terdapat iskemi retina yang berat atau ablasio retina setelah vitrektomi pars
plana yang tidak berhasil.
Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder
yang terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat
meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini
adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma
rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris (rubeosis
iridis). Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai
percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskuler pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati
ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat
pembuangan akuos dengan akibat tekanan intra okular meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
2.
Netter FH Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology, 2002,
Comtan: U.S.A. P. 82
3.
Olver D, Cassijy L. Ophtalomology at a Glance. Blackwell Science. 2005. P
86-94
4.
Fletcher
EC, Chong NV. Retina. In: Susanto D, editor. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. 17
ed. Jakarta: EGC; 2009. p. 185-8.
5.
Riordan-Eva
P. Anatomi & Embriologi Mata. In: Susanto D, editor. Vaughan & Asbury:
Oftalmologi Umum. 17 ed. Jakarta: EGC; 2009. p. 12-4.
6.
Khurana
AK. Anatomy and Development of Eye. Comprehensive
Opthalmology. Empat ed. New Delhi: New Age International (P) Limited; 2007. p.
3-4.
8.
Kanski J, Bowling Brad. Diabeti Retinopathy In: Clinical Ophtalmology A
Systemic Approach. 7th edition. 2011.
9.
Khaw
PT, Shah P, Elkington AR. General medical disorders and the eye. ABC of Eyes. 4 ed. London: BMJ Publishing
Group; 2004. p. 69-70.
10.
Shin E S, Sorenson Christine, Sheibani Nader. Diabetes and Retinal
Vascular Dysfunction. Journal of Ophtalmic and Vision Research 2014; Vol. 9,
No.3